ISSU PENINGKATAN LAYANAN KESEHATAN YANG TAK PERNAH TUNTAS DI PANGKEP

           
A.   Latar Belakang

Kabupaten Pangkep menghadapi tantangan yang cukup besar dalam upaya peningkatan layanan kesehatan berkualitas. Tercatat, issu kesehatan di daerah penghasil ikan bandeng terbesar di Sulsel ini dengan jumlah penduduk sekitar 305.737 (BPS, 2010) yang tersebar di 13 Kecamatan yang 4 kecamatan diantaranya merupakan wilayah kepulauan menjadi salah satu indikator pengklaiman Pangkep sebagai Kabupaten miskin dan tertinggal sebagaimana yang sempat dilontarkan oleh Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang beberapa waktu lalu di Media.

Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang kesehatan sesungguhnya telah meramu secara lengkap dan detail berbagai pasal terkait berbagai upaya peningkatan layanan kesehatan untuk menjadi dasar pengelolaannya di tingkat Daerah belum lagi khusus di Pangkep jauh sebelum UU No.36 tahun 2014 ini menjadi acuan, sesungguhnya Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2009 ketika issu Kesehatan gratis menjadi jualan politik para calon pemangku kepentingan kala itu hingga menjadi sebuah aturan sah terdekat yang diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas di tengah-tengan masyarakat di daerah.

Namun, menilik lebih jauh sejak tahun 2009 setelah Perda ini disahkan bukan tanpa masalah. Masalah krusial dalam implementasinya adalah akses dan tingkat pelayanan kesehatan khususnya perempuan pada kelompok-kelompok miskin masih belum terjangkau baik dari sisi informasi, pelayanan, kebijakan, dan politik anggaran. Pada satu sisi masalah-masalah kesehatan masih merupakan isu pinggiran baik di tingkat Desa/Kelurahan, kecamatan  serta komunitas local para NGO, maupun para pengambil kebijakan dengan indicator masih minimnya anggaran dan rendahnya kualitas pelayanan termasuk pelayanan kesehatan tentang hak-hak kesehatan dasar masyarrakat maupun hak kesehatan reproduksi perempuan sebagai pengguna jasa terbesar di berbagai unit layanan kesehatan.

Berbicara tentang kesehatan perempuan yang mengacu pada Reproduksi sebagai issu yang cukup penting ditahun yang sama ketika UU Kesehatan dilahirkan maka lahir pula PP No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang sudah terkait langsung dengan kepentingan atau kebutuhan perempuan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana implementasinya di Kabupaten Pangkep? Pasca PP ini menjadi acuan, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep melalui Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) sejak tahun 2014 telah melakukan penelitian di 3 Kecamatan dengan sasaran perempuan dhuafa di 2 Desa dan 4 Kelurahan (Bowong Cindea, Bulu Cindea, Biraeng, Bonto Langkasa, Pabundukang dan Anrong Appaka) menemukan beberapa fakta diantaranya:

1)    Akses dan tingkat pelayanan kesehatan reproduksi perempuan pada kelompok-kelompok miskin masih belum terjangkau baik dari sisi informasi, pelayanan, kebijakan, dan politik anggaran. Pada satu sisi masalah-masalah kesehatan reproduksi masih merupakan isu pinggiran baik di tingkat komunitas, local leader, maupun para pengambil kebijakan dengan indicator masih minimnya anggaran KIA dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, problem kesehatan reproduksi  tidak menjadi fokus pembicaraan dalam berbagai forum di komunitas serta masih minimnya pemahaman PUS  tentang hak-hak kesehatan reproduksi.
2)    Lemahnya akses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan bagi kelompok miskin (perempuan dhuafa mustadhafin) menyebabkan mereka tidak terpenuhi hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Perempuan sebagai kelompok miskin menjadi kelompok yang rentan tidak terpenuhi atau terlindungi hak-haknya baik berkaitan dengan hak-hak mendapatkan akses sumber daya ekonomi, pelayanan kesehatan, akses pendidikan, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan hak terbebas dari kekerasan terhadap perempuan.
3)    Untuk mendorong perubahan perilaku dan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas derajat kesehatan reproduksi perempuan, women local leader menjadi agen yang sangat penting untuk mendorong perubahan kebijakan kesehatan reproduksi dengan pendekatan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dan perubahan perilaku perempuan berkaitan dengan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan; sementara para local leader belum menjadikan isu kesehatan reproduksi menjadi isu yang sangat penting dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan perempuan.



Berdasarkan berbagai problem temuan diatas, Aisyiyah Pangkep menyusun rencana strategi untuk menanggulangi kemiskinan melalui program MAMPU. Program ini diharapkan dapat memberdayakan perempuan dari sisi kepemimpinan, kemiskinan, perlindungan social,akses pekerjaan, kekerasan terhadap perempuan dan kesehatan reproduksi.




B.    Landasan Aturan dan Temuan ‘Aisyiyah Pangkep
Acuan utama seperti Undang-Undang, PP, Pergub, Perda, terkait peningkatan layanan kesehatan semestinya menjadi dasar keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep dalam mendorong Peningkatan Layanan Kesehatan diantaranya, berikut beberapa landasan aturan terkait issu peningkatan layanan kesehatan dan pelayanan publik :
Ø  Pergub Sulsel tahun 2008 tentang Kesehatan Gratis, dimana Gubernur Sulsel SYL telah meminta kepada seluruh daerah menyelenggarakan kesehatan gratis berkualitas untuk seluruh lapisan masyarakat. Namun implementasinya di Daerah masih belum maksimal.
Ø  Perda Kesehatan Gratis No.2 Tahun 2009 dimana pelayanan gratis dimaksudkan perda ini adalah semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya dan pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan, rawat inap di kelas III RSUD tanpa pungutan biaya alias gratis, namun kenyataannya tidak demikian.  Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus yang terkait belum maksimalnya Implementasi Perda Kesehatan Gratis ini diantaranya:
1)      Gizi Buruk di tengah Program Kesehatan Gratis yang menimpa warga dari Pulau Karangrang 2011 yang lalu atas nama Ibu Hamsina yang memiliki anak bernama Ilham yang mengalami kepala membesar saat sedang berusia 2 bulan yang terus mengalami kesakitan dibagian kepala hingga mendatangi RSUD Pangkep untuk melakukan operasi namun terkendala biaya operasi yang sangat besar siktar 50 jutaan belum ongkos transportasi dari Pulau ke daratan yang memakan ratusan ribu rupiah, hingga kemudian tetap di operasi dengan bantuan dari berbagai pihak. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pelayanan kesehatan itu tidaklah gratis. Kondisi lainnya juga dialami bocah bernama Akmal warga Pulau Pajjenekang yang mengalami gizi buruk (Sumber : Karebamandat.blogspot.com)    
2)      HMI Desak Dirut RSUD Pangkep di copot yang kala itu di jabat oleh Frans Dg Manaba karena manajemen rumah sakit yang buruk dari segi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit seperti banyaknya warga yang mati karena praktek menelantarkan pasien, Dokter malas yang membuat pasien menunggu hingga berjam-jam karena Dokter datang siang, serta adanya indikasi mafia obat dan tidak terinplementasinya Perda Kesehatan gratis yang kala itu menjadi komitmen Bapak Bupati Pangkep.
Ø  UU No.36 tentang Kesehatan tahun 2014 adalah Undang-Undang yang relatif lengkap mengatur tata kelola Pelayanan Kesehatan namun di Pangkep pun masih terabaikan. Beberapa contoh kasus jika flashback kebelakang diantaranya:
1)       Dokter Mogok, Pasien Askes RSUD Pangkep terlantar yang berdampak pada keluhan masyarakat yang kala itu ingin berobat namun tidak tertangani (Rakyatsulsel.com 17/6/2013)
2)      Pada tanggal 29 April 2015 ratusan karyawan RSUD Pangkep seperti bidan dan perawat hingga sukarelawan melakukan aksi mogok mengkritik Manajemen RSUD yang dianggap Diskriminatif yang dianggap tidak memperhatikan nasib para sukarelawan yang telah membantu di RSUD Pangkep (TEMPO.CO 2015)
Ø  Peraturan Pemerintah (PP) No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dimana peningkatan layanan kesehatan reproduksi untuk perempuan khususnya Ibu harus sudah menjadi catatan penting dalam implementasinya baik di tingkat Unit Layanan Kesehatan dengan dukungan Dinas Kesehatan dan tentunya Komitmen Bupati yang dapat diwujudkan dengan penambahan anggaran KIA dan melalui SE yang ditandatangani langsung guna mendorong pelayanan kesehatan berkualitas ini bisa terwujud dengan baik, sehingga tidak ada lagi kasus seperti di bawah ini:
1)      Aktivis hingga LSM Demo di Ruang Bersalin RSUD Pangkep (19/5/2013) sebagaimana dilansir oleh Tribunnews.com yang saat itu seorang Ibu bernama Aisyah (20) warga Desa Panaikang Kecamatan Minasatene lamban ditangani oleh Tim Medis saat janin yang ia kandung meninggal di dalam kandungan.
2)      Salah satu penyebab banyaknya masalah kematian Ibu dan Anak, Kematian Bayi atau kematian Ibu salah satu faktornya terkendala kurang maksimalnya pelayanan Dokter Obgyn, indikasi temuan lainnya adalah belum maksimalnya pelayanan IVA dan Papsmear sebagai langkah dini bagi kaum perempuan dhuafa untuk melindungi dirinya dari Kanker Serviks di tingkat Unit Layanan Kesehatan terdekat seperti polides, Pustu maupun PKM hingga RSUD secara keseluruhan disisi lain Pangkep sendiri hanya memiliki 1 Dokter Ahli untuk Obgyn ini dan memiliki kesibukan yang sangat tinggi sehingga pasien yang ingin melakukan pemeriksaan sebahagian besar tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan berkualitas bahkan cenderung terabaikan maka dari itu melihat kenyataan  ini tahun 2015 yang lalu melalui kerja-kerja ‘Aisyiyah menggelar berbagai Diskusi, FGD, Dialog dan koordinasi dengan berbagai pihak (NGO, Toga/Toma, Puskesmas dan Bidan dan masyarakat) dari tingkat Desa/Kelurahan, kecamatan dan tingkat Kabupaten guna mendesak berbagai pihak untuk mengambil peran bersama mendorong peningkatan layanan kesehatan berkualitas ini untuk masyarakat khususnya kaum perempuan.
3)      Salah satu capaian yang cukup berhasil adalah dengan mendorong pelayanan pemeriksaan IVA Reguler di PKM sasaran MAMPU hingga dapat melayani kaum ibu yang hendak periksa IVA namun kendala lanjutannya adalah ketika pasien terindikasi harus melakukan pemeriksaan tambahan seperti Papsmear harus terkendala dari faskes untuk pemeriksaan ini di RSUD, Dr. Obgyn yang hanya 1 orang dan tidak adanya edukasi dalam bentuk penyuluhan atau konsultasi khusus terkait Kanker serviks dan kanker Payudara ini sebagai 2 penyakit perempuan paling mematikan di dunia.
·         Kasus temuan ‘Aisyiyah lainnya terkait kesehatan reproduksi khususnya cegah dini Kanker Serviks adalah di Kecamatan Minasatene tepatnya di Kelurahan Biraeng salah salah seorang Ibu bernama XY (40) terdeteksi mengalami ganguan serviks sehingga harus di rujuk ke RS Wahidin Sudirohusudo melakukan pengobatan lanjutan karena tidak lengkapnya faskes di Pangkep.
·         Kasus kedua di Kelurahan Bonto Langkasa salah seorang Ibu bernama YN (42) harus meninggal karena Kanker Ovarium karena kurangnya edukasi dan terkendala faskes di Pangkep yang kurang memadai untuk melanjutkan proses pengobatan dan tentunya keberadaan dokter Obgyn yang jarang di RSUD.
·         Kasus lainnya (Masih) di Bonto Langkasa Ibu bernama HB (45) terkendala biaya pemeriksaan Biopsi setelah terdeteksi kanker serviks namun akhirnya dapat di suport oleh Aisyiyah guna melakukan pengobatan Kanker Serviks yang terindikasi posiitif dan pada akhirnya menolak melanjutkan pengobatan karena faktor harus di Makassar dan kendala izin dari pihak keluarga.
·         Baksos pemeriksaan IVA sebagai langkah awal cegah dini kanker serviks yang digelar di 2 Desa 4 Kelurahan sasaran MAMPU Aisyiyah Pangkep tahun 2015 yang lalu bekerjasama dengan PKM sasaran menemukan dari 240 ibu yang diperiksa sekitar 80an ibu mengalami masalah atau indikasi kanker serviks namun hanya sekitar 30 Ibu yang dapat di suport oleh subsidi Aisyiyah untuk difasilitasi melakukan pemeriksaan lanjutan yakni Papsmear dan hasilnya dibawa ke Laboratorium Ramdhanan Makassar untuk memastikan hasil pemeriksaan papsmear tersebut. Hal ini disebabkan besarnya biaya untuk melakukan pemeriksaan Papsmear yakni sekitar 250.000,-/orang dan hasil pemeriksaan pun harus di bawa ke Makassart.
Kendala lainnya pihak BPJS sendiri belum mengcover sepenuhnya pelayanan Papsmear secara gratis di RSUD Pangkep bagi pengguna KIS atau BPJS-PBI.   
Beberapa temuan inilah yang pada akhirnya mendorong ‘Aisyiyah Pangkep mendesak para pemangku kepentingan yang disuarakan melalui 10 point rekomendasi dan dikoordinasikan rutin dengan Dinas Kesehatan  media, Hearing dengan DPRD yang dalam prosesnya kurang disikapi serius oleh wakil rakyat untuk memanggil para pihak terkait guna duduk bersama mencarikan solusi konstruktif terhadap masalah layanan kesehatan ini. Disisi lain masih terkendala kurangnya pemahaman bersama para pihak tentang definisi peningkatan layanan kesehatan ini. Hal ini diperparah kembali ketika dugaan malpraktek ditujukan kepada salah seorang oknum Dokter di RSUD Pangkep tahun 2016 ini yang menunjukkan betapa burukya pelayanan rumah sakit dan image bahwa RSUD Pangkep hanya menjadi tempat transit bagi pasien juga kuat memperburuk betapa ketidakmampuan para Dokter dan jajarannya melakukan pengobatan dengan dukungan faskes yang dianggap tidak memadai. Dampak dari pelayanan Kesehatan yang buruk hingga detik ini masih terkendala ketidakmampuan Manajemen RSUD untuk mendorong secara cepat penambahan dokter spesialis untuk melayani masyarakat.(Sumber: Aisyiyah Pangkep 2014-2016)
Ø  PP RI No. 76 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Ø  UU NO. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Ø  Peraturan BPJS No. 3 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP yang tentunya akan berpengaruh pada Pelayanan kesehatan di PKM atau RSUD sehingga harus dicermati seberapa besar pengaruh BPJS ini terhadap peningkatan Layanan Kesehatan oleh para Dokter dan pihak lainnya di berbagai Unit Layanan Kesehatan karena sesungguhnya sejak pertama BPJS ini di Uukan sosialisasinya ke masyarakat khususnya perempuan dhuafa ini masih sangat kurang hingga issu kenaikan pembayaran iuran per April 2016 cukup menjadi issu yang mengkhwatirkan masyarakat mengingat penerima KIS di lapangan masih bermasalah. Hal ini dapat dilihat ketidakfahaman masyarakat akan maksud integrasi jamkesmas ke KIS, Integrasi Jamkesda ke BPJS PBI dan masalah adminitrasi lainnya misalnya kesalahan data ID peserta BPJS, kurangnya informasi tata cara perbaikan kesalahan adminitrasi, tahapan pengawalan perbaikan ID kartu, tidak tersosialisasinya secara baik di tengah masyarakat pengguna Jamkesda yang akan mendapatkan BPJS PBI, carut marutnya data kemiskikan yang digunakan sebagai data base penentuan penerima manfaat KIS atau BPJS PBI ini yang pada akhirnya menumbuhkan kecemburuan sosial.(Hasil FGD Aisyiyah Pangkep 2015)

Ø  UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang diatas yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Pelayanan Publik yang dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pemerintahan dan administrasi Publik.

Hakekat kehadiran dari lahirnya sebuah aturan termasuk Undang-Undang ini tentunya diharapkan menjadi pegangan berbagai pihak khususnya pemerintahan bahwa berbagai upaya perbaikan peningkatan layanan termasuk kesehatan adalah strategi terbaik dalam memberikan Pelayanan Berkualitas Kepada Publik atau masyarakat selaku penerima manfaat atau pengguna jasa yang akan menjadi indikator kemajuan suatu daerah dalam melayani kebutuhan dasar masyarakatnya.

Pelayanan yang ramah perempuan dalam lingkup apapun diharapkan dapat mendorong Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebagai Kabupaten pelaksana pelayanan publik terbaik yang ramah perempuan.

C.   Rekomendasi ‘Aisyiyah Pangkep

Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) sebagai program unggulan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep yang mengangkat tema “Penguatan Kepemimpinan Perempuan untuk PeningkatanPelayanan Kesehatan Reproduksi Yang Lebih Aksesable dengan Pendekatan Hak-Hak Perempuan Pada Kelompok Dhuafa Mustadh’afin”
Melalui pemberdayaan perempuan di berbagai bidang salah satunya adalah kesehatan maka upaya mendorong peningkatan layanan kesehatan yang ramah perempuan dengan dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan, sehingga melalui Policy Brief ini yang ditulis dalam rangka Hearing ‘Aisyiyah Pangkep ke DPRD dengan 10 point Rekomendasi yang terkait dengan issu kesehatan maupun issu partisipasi perempuan dalam pembangunan termasuk anggaran responsif gender diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk bersama-sama menyuarakan hak-hak perempuan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Berikut 10 rekomendasi ‘Aisyiyah Pangkep untuk DPRD.

1)      Mendesak Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Meningkatkan Layanan Kesehatan khususnya Kesehatan Reproduksi di masing-masing Unit Layanan Kesehatan terkait 5 issu (Asi Ekslusif, KB, IVA/Papsmear, JKN dan Kanker Payudara) dengan menyiapkan fasilitas pemeriksaan yang mudah di akses oleh kaum perempuan melalui penerbitan Surat Edaran ke seluruh pusat unit layanan kesehatan.
2)      Mendorong Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dan DPRD Pangkep untuk meningkatkan anggaran Peningkatanan Layanan Kesehatan Reproduksi sebagai bagian dari upaya Implementasi UU Kespro No. 61 Tahun 2014.
3)      Mendorong DPRD Pangkep, Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan  untuk mengaktifkan Gerakan Infaq Sayang Ibu di masing-masing pusat layanan (Kantor DPRD Pangkep, Kantor Kecamatan dan Unit Layanan).
4)      Mendesak DPRD Pangkep, Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dan RSUD terkait penambahan Dr. Obgyn di RSUD guna meningkatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi. Hal ini mengingat pelayanan Obgyn di RSUD kurang maksimal dan banyak di keluhkan oleh masyarakat khususnya kaum perempuan.
5)      Mendorong BPJS Pangkep dalam memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh anggota BPJS dan memudahkan pelayanan pendaftaran BPJS serta mendorong peningkatan pelayanan IVA/Papsmear sebagai layanan reguler.
6)      Mendorong PEMDA dan Dinas Kesehatan Pangkajene dan Kepulauan memfasilitasi tenakes seperti bidan potensial untuk mendapatkan beasiswa kependidikan setiap tahunnya sesuai dengan kebutuhan peruntukannya khususnya untuk bidan yang akan bertugas di wilayah pegunungan dan kepulauan termasuk bekerjasama dengan Amal Usaha ‘Aisyiyah di bidang Pendidikan.
7)      Mendesak DPRD Pangkep dan PEMDA untuk mensosialisasikan serta mengawal Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan sebagai wujud Implementasi UU Desa No.6 Tahun 2014.
8)      Mendesak DPRD dan PEMDA Pangkajene dan Kepulauan untuk meningkatkan anggaran Pemberdayaan Perempuan serta membangun sinergitas dengan Organisasi Perempuan Islam di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam menjalankan program-program Pemberdayaan Perempuan yang tepat sasaran di tengah-tengah masyarakat.
9)      Mendorong seluruh stakeholders bekerja sama dengan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep dalam merencanakan dan melaksanakan program-program terkait Pemberdayaan Perempuan di Komunitas sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
10)  Mendesak DPRD Pangkep untuk segera membentuk Pansus guna mendorong upaya percepatan peningkatan layanan kesehatan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

D.   Kesimpulan

Peran berbagai pihak termasuk para pemangku kepentingan sangat diharapkan dalam upaya mendorong peningkatan layanan kesehatan sehingga kerja-kerja kolektif untuk mengawal seluruh rangkaian proses upaya ini menjadi sangat penting. Aisyiyah sebagai organisasi Perempuan Islam yang berkemajuan di usianya yang telah seabad mencerahkan kaum perempuan diharapkan bisa menjadi partner bagi seluruh pihak. Puluhan aturan yang termaktub Undang-Undang, PP, Pergub, Perda dan lainnya akan menjadi tumpukan kertas yang tak bernilai jika tak didorong untuk di impelementasikan, komitmen Bupati selaku pemimpin tertinggi untuk lingkup pemerintahan diharapkan sepenuhnya mau berkomitmen untuk pemenuhan hak-hak layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sehingga image “orang miskin di larang sakit” tidak menjadi momok bagi daerah yang kita cintai ini, mengingat issu kesehatan adalah salah satu indikator pencapaian SDGS suatu bangsa.




[1] Hasil Kajian dan Penelitian Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep terkait issu Kesehatan di Kabupaten Pangkep untuk Program MAMPU 2014-2016

Belum ada Komentar untuk "ISSU PENINGKATAN LAYANAN KESEHATAN YANG TAK PERNAH TUNTAS DI PANGKEP"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel