ISSU PENINGKATAN LAYANAN KESEHATAN YANG TAK PERNAH TUNTAS DI PANGKEP
Sabtu, April 30, 2016
Tambah Komentar
A.
Latar
Belakang
Kabupaten Pangkep menghadapi tantangan
yang cukup besar dalam upaya peningkatan layanan kesehatan berkualitas.
Tercatat, issu kesehatan di daerah penghasil ikan bandeng terbesar di Sulsel
ini dengan jumlah penduduk sekitar 305.737 (BPS, 2010) yang tersebar di 13
Kecamatan yang 4 kecamatan diantaranya merupakan wilayah kepulauan menjadi
salah satu indikator pengklaiman Pangkep sebagai Kabupaten miskin dan
tertinggal sebagaimana yang sempat dilontarkan oleh Wakil Gubernur Sulsel Agus
Arifin Nu’mang beberapa waktu lalu di Media.
Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang
kesehatan sesungguhnya telah meramu secara lengkap dan detail berbagai pasal
terkait berbagai upaya peningkatan layanan kesehatan untuk menjadi dasar
pengelolaannya di tingkat Daerah belum lagi khusus di Pangkep jauh sebelum UU No.36
tahun 2014 ini menjadi acuan, sesungguhnya Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun
2009 ketika issu Kesehatan gratis menjadi jualan politik para calon pemangku
kepentingan kala itu hingga menjadi sebuah aturan sah terdekat yang diharapkan
mampu meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas di tengah-tengan
masyarakat di daerah.
Namun, menilik lebih jauh sejak tahun
2009 setelah Perda ini disahkan bukan tanpa masalah. Masalah krusial dalam
implementasinya adalah akses dan tingkat pelayanan kesehatan khususnya
perempuan pada kelompok-kelompok miskin masih belum terjangkau baik dari sisi
informasi, pelayanan, kebijakan, dan politik anggaran. Pada satu sisi
masalah-masalah kesehatan masih merupakan isu pinggiran baik di tingkat Desa/Kelurahan,
kecamatan serta komunitas local para NGO,
maupun para pengambil kebijakan dengan indicator masih minimnya anggaran dan
rendahnya kualitas pelayanan termasuk pelayanan kesehatan tentang hak-hak
kesehatan dasar masyarrakat maupun hak kesehatan reproduksi perempuan sebagai
pengguna jasa terbesar di berbagai unit layanan kesehatan.
Berbicara tentang kesehatan perempuan yang mengacu
pada Reproduksi sebagai issu yang cukup penting ditahun yang sama ketika UU
Kesehatan dilahirkan maka lahir pula PP No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi yang sudah terkait langsung dengan kepentingan atau kebutuhan
perempuan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana implementasinya di Kabupaten
Pangkep? Pasca PP ini menjadi acuan, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep melalui
Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) sejak
tahun 2014 telah melakukan penelitian di 3 Kecamatan dengan sasaran perempuan
dhuafa di 2 Desa dan 4 Kelurahan (Bowong Cindea, Bulu Cindea, Biraeng, Bonto
Langkasa, Pabundukang dan Anrong Appaka) menemukan beberapa fakta diantaranya:
1) Akses
dan tingkat pelayanan kesehatan reproduksi perempuan pada kelompok-kelompok
miskin masih belum terjangkau baik dari sisi informasi, pelayanan, kebijakan,
dan politik anggaran. Pada satu sisi masalah-masalah kesehatan reproduksi masih
merupakan isu pinggiran baik di tingkat komunitas, local leader, maupun para pengambil kebijakan dengan indicator
masih minimnya anggaran KIA dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan
reproduksi, problem kesehatan reproduksi
tidak menjadi fokus pembicaraan dalam berbagai forum di komunitas serta
masih minimnya pemahaman PUS tentang
hak-hak kesehatan reproduksi.
2) Lemahnya
akses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan bagi kelompok miskin (perempuan dhuafa mustadhafin)
menyebabkan mereka tidak terpenuhi hak-hak kesehatan reproduksi perempuan.
Perempuan sebagai kelompok miskin menjadi kelompok yang rentan tidak terpenuhi
atau terlindungi hak-haknya baik berkaitan dengan hak-hak mendapatkan akses
sumber daya ekonomi, pelayanan kesehatan, akses pendidikan, berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan dan hak terbebas dari kekerasan terhadap
perempuan.
3) Untuk
mendorong perubahan perilaku dan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas
derajat kesehatan reproduksi perempuan, women local leader menjadi agen yang
sangat penting untuk mendorong perubahan kebijakan kesehatan reproduksi dengan
pendekatan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dan perubahan perilaku
perempuan berkaitan dengan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan; sementara para local leader belum menjadikan isu
kesehatan reproduksi menjadi isu yang sangat penting dalam rangka peningkatan
kualitas kehidupan perempuan.
Berdasarkan
berbagai problem temuan diatas, Aisyiyah Pangkep menyusun rencana strategi
untuk menanggulangi kemiskinan melalui program MAMPU. Program ini diharapkan
dapat memberdayakan perempuan dari sisi kepemimpinan, kemiskinan, perlindungan
social,akses pekerjaan, kekerasan terhadap perempuan dan kesehatan reproduksi.
B. Landasan Aturan dan Temuan ‘Aisyiyah Pangkep
Acuan
utama seperti Undang-Undang, PP, Pergub, Perda, terkait peningkatan layanan
kesehatan semestinya menjadi dasar keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten
Pangkep dalam mendorong Peningkatan Layanan Kesehatan diantaranya, berikut
beberapa landasan aturan terkait issu peningkatan layanan kesehatan dan
pelayanan publik :
Ø Pergub Sulsel tahun 2008 tentang Kesehatan Gratis,
dimana Gubernur Sulsel SYL telah meminta kepada seluruh daerah
menyelenggarakan kesehatan gratis berkualitas untuk seluruh lapisan masyarakat.
Namun implementasinya di Daerah masih belum maksimal.
Ø
Perda
Kesehatan Gratis No.2 Tahun 2009 dimana pelayanan gratis dimaksudkan perda ini
adalah semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya dan
pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan, rawat inap di kelas III RSUD tanpa
pungutan biaya alias gratis, namun kenyataannya tidak demikian. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus
yang terkait belum maksimalnya Implementasi Perda Kesehatan Gratis ini
diantaranya:
1) Gizi
Buruk di tengah Program Kesehatan Gratis yang menimpa warga dari Pulau
Karangrang 2011 yang lalu atas nama Ibu Hamsina yang memiliki anak bernama
Ilham yang mengalami kepala membesar saat sedang berusia 2 bulan yang terus
mengalami kesakitan dibagian kepala hingga mendatangi RSUD Pangkep untuk
melakukan operasi namun terkendala biaya operasi yang sangat besar siktar 50 jutaan
belum ongkos transportasi dari Pulau ke daratan yang memakan ratusan ribu
rupiah, hingga kemudian tetap di operasi dengan bantuan dari berbagai pihak.
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pelayanan kesehatan itu tidaklah gratis.
Kondisi lainnya juga dialami bocah bernama Akmal warga Pulau Pajjenekang yang
mengalami gizi buruk (Sumber : Karebamandat.blogspot.com)
2) HMI
Desak Dirut RSUD Pangkep di copot yang kala itu di jabat oleh Frans Dg Manaba
karena manajemen rumah sakit yang buruk dari segi pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit seperti banyaknya warga yang mati karena praktek menelantarkan pasien,
Dokter malas yang membuat pasien menunggu hingga berjam-jam karena Dokter
datang siang, serta adanya indikasi mafia obat dan tidak terinplementasinya
Perda Kesehatan gratis yang kala itu menjadi komitmen Bapak Bupati Pangkep.
Ø
UU
No.36 tentang Kesehatan tahun 2014 adalah Undang-Undang yang relatif lengkap
mengatur tata kelola Pelayanan Kesehatan namun di Pangkep pun masih terabaikan.
Beberapa contoh kasus jika flashback kebelakang diantaranya:
1) Dokter
Mogok, Pasien Askes RSUD Pangkep terlantar yang berdampak pada keluhan
masyarakat yang kala itu ingin berobat namun tidak tertangani (Rakyatsulsel.com
17/6/2013)
2) Pada
tanggal 29 April 2015 ratusan karyawan RSUD Pangkep seperti bidan dan perawat
hingga sukarelawan melakukan aksi mogok mengkritik Manajemen RSUD yang dianggap
Diskriminatif yang dianggap tidak memperhatikan nasib para sukarelawan yang
telah membantu di RSUD Pangkep (TEMPO.CO 2015)
Ø
Peraturan
Pemerintah (PP) No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
dimana peningkatan layanan kesehatan reproduksi untuk perempuan khususnya Ibu
harus sudah menjadi catatan penting dalam implementasinya baik di tingkat Unit
Layanan Kesehatan dengan dukungan Dinas Kesehatan dan tentunya Komitmen Bupati
yang dapat diwujudkan dengan penambahan anggaran KIA dan melalui SE yang
ditandatangani langsung guna mendorong pelayanan kesehatan berkualitas ini bisa
terwujud dengan baik, sehingga tidak ada lagi kasus seperti di bawah ini:
1) Aktivis
hingga LSM Demo di Ruang Bersalin RSUD Pangkep (19/5/2013) sebagaimana dilansir
oleh Tribunnews.com yang saat itu seorang Ibu bernama Aisyah (20) warga Desa
Panaikang Kecamatan Minasatene lamban ditangani oleh Tim Medis saat janin yang
ia kandung meninggal di dalam kandungan.
2) Salah
satu penyebab banyaknya masalah kematian Ibu dan Anak, Kematian Bayi atau
kematian Ibu salah satu faktornya terkendala kurang maksimalnya pelayanan
Dokter Obgyn, indikasi temuan lainnya adalah belum maksimalnya pelayanan IVA
dan Papsmear sebagai langkah dini bagi kaum perempuan dhuafa untuk melindungi
dirinya dari Kanker Serviks di tingkat Unit Layanan Kesehatan terdekat seperti
polides, Pustu maupun PKM hingga RSUD secara keseluruhan disisi lain Pangkep sendiri
hanya memiliki 1 Dokter Ahli untuk Obgyn ini dan memiliki kesibukan yang sangat
tinggi sehingga pasien yang ingin melakukan pemeriksaan sebahagian besar tidak
mendapatkan pelayanan yang baik dan berkualitas bahkan cenderung terabaikan
maka dari itu melihat kenyataan ini tahun
2015 yang lalu melalui kerja-kerja ‘Aisyiyah menggelar berbagai Diskusi, FGD,
Dialog dan koordinasi dengan berbagai pihak (NGO, Toga/Toma, Puskesmas dan
Bidan dan masyarakat) dari tingkat Desa/Kelurahan, kecamatan dan tingkat
Kabupaten guna mendesak berbagai pihak untuk mengambil peran bersama mendorong
peningkatan layanan kesehatan berkualitas ini untuk masyarakat khususnya kaum
perempuan.
3) Salah
satu capaian yang cukup berhasil adalah dengan mendorong pelayanan pemeriksaan
IVA Reguler di PKM sasaran MAMPU hingga dapat melayani kaum ibu yang hendak
periksa IVA namun kendala lanjutannya adalah ketika pasien terindikasi harus
melakukan pemeriksaan tambahan seperti Papsmear harus terkendala dari faskes
untuk pemeriksaan ini di RSUD, Dr. Obgyn yang hanya 1 orang dan tidak adanya
edukasi dalam bentuk penyuluhan atau konsultasi khusus terkait Kanker serviks
dan kanker Payudara ini sebagai 2 penyakit perempuan paling mematikan di dunia.
·
Kasus temuan ‘Aisyiyah lainnya terkait kesehatan
reproduksi khususnya cegah dini Kanker Serviks adalah di Kecamatan Minasatene
tepatnya di Kelurahan Biraeng salah salah seorang Ibu bernama XY (40)
terdeteksi mengalami ganguan serviks sehingga harus di rujuk ke RS Wahidin
Sudirohusudo melakukan pengobatan lanjutan karena tidak lengkapnya faskes di
Pangkep.
·
Kasus kedua di Kelurahan Bonto Langkasa salah
seorang Ibu bernama YN (42) harus meninggal karena Kanker Ovarium karena
kurangnya edukasi dan terkendala faskes di Pangkep yang kurang memadai untuk
melanjutkan proses pengobatan dan tentunya keberadaan dokter Obgyn yang jarang
di RSUD.
·
Kasus lainnya (Masih) di Bonto Langkasa Ibu
bernama HB (45) terkendala biaya pemeriksaan Biopsi setelah terdeteksi kanker
serviks namun akhirnya dapat di suport oleh Aisyiyah guna melakukan pengobatan
Kanker Serviks yang terindikasi posiitif dan pada akhirnya menolak melanjutkan
pengobatan karena faktor harus di Makassar dan kendala izin dari pihak keluarga.
·
Baksos pemeriksaan IVA sebagai langkah awal cegah
dini kanker serviks yang digelar di 2 Desa 4 Kelurahan sasaran MAMPU Aisyiyah
Pangkep tahun 2015 yang lalu bekerjasama dengan PKM sasaran menemukan dari 240
ibu yang diperiksa sekitar 80an ibu mengalami masalah atau indikasi kanker
serviks namun hanya sekitar 30 Ibu yang dapat di suport oleh subsidi Aisyiyah
untuk difasilitasi melakukan pemeriksaan lanjutan yakni Papsmear dan hasilnya
dibawa ke Laboratorium Ramdhanan Makassar untuk memastikan hasil pemeriksaan
papsmear tersebut. Hal ini disebabkan besarnya biaya untuk melakukan pemeriksaan
Papsmear yakni sekitar 250.000,-/orang dan hasil pemeriksaan pun harus di bawa
ke Makassart.
Kendala lainnya pihak BPJS sendiri belum mengcover
sepenuhnya pelayanan Papsmear secara gratis di RSUD Pangkep bagi pengguna KIS
atau BPJS-PBI.
Beberapa
temuan inilah yang pada akhirnya mendorong ‘Aisyiyah Pangkep mendesak para
pemangku kepentingan yang disuarakan melalui 10 point rekomendasi dan
dikoordinasikan rutin dengan Dinas Kesehatan
media, Hearing dengan DPRD yang dalam prosesnya kurang disikapi serius
oleh wakil rakyat untuk memanggil para pihak terkait guna duduk bersama
mencarikan solusi konstruktif terhadap masalah layanan kesehatan ini. Disisi
lain masih terkendala kurangnya pemahaman bersama para pihak tentang definisi
peningkatan layanan kesehatan ini. Hal ini diperparah kembali ketika dugaan
malpraktek ditujukan kepada salah seorang oknum Dokter di RSUD Pangkep tahun
2016 ini yang menunjukkan betapa burukya pelayanan rumah sakit dan image bahwa
RSUD Pangkep hanya menjadi tempat transit bagi pasien juga kuat memperburuk
betapa ketidakmampuan para Dokter dan jajarannya melakukan pengobatan dengan
dukungan faskes yang dianggap tidak memadai. Dampak dari pelayanan Kesehatan
yang buruk hingga detik ini masih terkendala ketidakmampuan Manajemen RSUD
untuk mendorong secara cepat penambahan dokter spesialis untuk melayani
masyarakat.(Sumber: Aisyiyah Pangkep 2014-2016)
Ø
PP
RI No. 76 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Ø
UU
NO. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Ø
Peraturan
BPJS No. 3 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran
Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada FKTP yang
tentunya akan berpengaruh pada Pelayanan kesehatan di PKM atau RSUD sehingga
harus dicermati seberapa besar pengaruh BPJS ini terhadap peningkatan Layanan
Kesehatan oleh para Dokter dan pihak lainnya di berbagai Unit Layanan Kesehatan
karena sesungguhnya sejak pertama BPJS ini di Uukan sosialisasinya ke
masyarakat khususnya perempuan dhuafa ini masih sangat kurang hingga issu
kenaikan pembayaran iuran per April 2016 cukup menjadi issu yang mengkhwatirkan
masyarakat mengingat penerima KIS di lapangan masih bermasalah. Hal ini dapat
dilihat ketidakfahaman masyarakat akan maksud integrasi jamkesmas ke KIS,
Integrasi Jamkesda ke BPJS PBI dan masalah adminitrasi lainnya misalnya
kesalahan data ID peserta BPJS, kurangnya informasi tata cara perbaikan
kesalahan adminitrasi, tahapan pengawalan perbaikan ID kartu, tidak
tersosialisasinya secara baik di tengah masyarakat pengguna Jamkesda yang akan
mendapatkan BPJS PBI, carut marutnya data kemiskikan yang digunakan sebagai
data base penentuan penerima manfaat KIS atau BPJS PBI ini yang pada akhirnya menumbuhkan
kecemburuan sosial.(Hasil FGD Aisyiyah Pangkep 2015)
Ø
UU
No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
diatas yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik merupakan
efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Pelayanan Publik yang
dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi
manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi
kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan
sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pemerintahan dan administrasi Publik.
Hakekat kehadiran dari lahirnya sebuah aturan
termasuk Undang-Undang ini tentunya diharapkan menjadi pegangan berbagai pihak
khususnya pemerintahan bahwa berbagai upaya perbaikan peningkatan layanan
termasuk kesehatan adalah strategi terbaik dalam memberikan Pelayanan
Berkualitas Kepada Publik atau masyarakat selaku penerima manfaat atau pengguna
jasa yang akan menjadi indikator kemajuan suatu daerah dalam melayani kebutuhan
dasar masyarakatnya.
Pelayanan yang ramah perempuan dalam lingkup apapun
diharapkan dapat mendorong Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebagai Kabupaten
pelaksana pelayanan publik terbaik yang ramah perempuan.
C. Rekomendasi ‘Aisyiyah Pangkep
Program
MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) sebagai
program unggulan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep yang mengangkat tema “Penguatan
Kepemimpinan Perempuan untuk PeningkatanPelayanan Kesehatan Reproduksi Yang
Lebih Aksesable dengan Pendekatan Hak-Hak Perempuan Pada Kelompok Dhuafa
Mustadh’afin”
Melalui pemberdayaan perempuan
di berbagai bidang salah satunya adalah kesehatan maka upaya mendorong
peningkatan layanan kesehatan yang ramah perempuan dengan dukungan dari
berbagai pihak sangat dibutuhkan, sehingga melalui Policy Brief ini yang ditulis dalam rangka Hearing ‘Aisyiyah
Pangkep ke DPRD dengan 10 point Rekomendasi yang terkait dengan issu kesehatan
maupun issu partisipasi perempuan dalam pembangunan termasuk anggaran responsif
gender diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk
bersama-sama menyuarakan hak-hak perempuan di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan. Berikut 10 rekomendasi ‘Aisyiyah Pangkep untuk DPRD.
1) Mendesak Dinas Kesehatan
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Meningkatkan Layanan Kesehatan khususnya
Kesehatan Reproduksi di masing-masing Unit Layanan Kesehatan terkait 5 issu
(Asi Ekslusif, KB, IVA/Papsmear, JKN dan Kanker Payudara) dengan menyiapkan
fasilitas pemeriksaan yang mudah di akses oleh kaum perempuan melalui
penerbitan Surat Edaran ke seluruh pusat unit layanan kesehatan.
2) Mendorong Dinas Kesehatan
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dan DPRD Pangkep untuk meningkatkan anggaran
Peningkatanan Layanan Kesehatan Reproduksi sebagai bagian dari upaya
Implementasi UU Kespro No. 61 Tahun 2014.
3) Mendorong DPRD Pangkep,
Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep melalui Dinas Kesehatan Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan untuk
mengaktifkan Gerakan Infaq Sayang Ibu di masing-masing pusat layanan (Kantor
DPRD Pangkep, Kantor Kecamatan dan Unit Layanan).
4) Mendesak DPRD Pangkep, Dinas
Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dan RSUD terkait penambahan Dr.
Obgyn di RSUD guna meningkatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi. Hal ini
mengingat pelayanan Obgyn di RSUD kurang maksimal dan banyak di keluhkan oleh
masyarakat khususnya kaum perempuan.
5) Mendorong BPJS Pangkep dalam
memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh anggota BPJS dan memudahkan
pelayanan pendaftaran BPJS serta mendorong peningkatan pelayanan IVA/Papsmear
sebagai layanan reguler.
6) Mendorong PEMDA dan Dinas
Kesehatan Pangkajene dan Kepulauan memfasilitasi tenakes seperti bidan
potensial untuk mendapatkan beasiswa kependidikan setiap tahunnya sesuai dengan
kebutuhan peruntukannya khususnya untuk bidan yang akan bertugas di wilayah
pegunungan dan kepulauan termasuk bekerjasama dengan Amal Usaha ‘Aisyiyah di
bidang Pendidikan.
7) Mendesak DPRD Pangkep dan
PEMDA untuk mensosialisasikan serta mengawal Partisipasi Perempuan dalam
Pembangunan sebagai wujud Implementasi UU Desa No.6 Tahun 2014.
8) Mendesak DPRD dan PEMDA
Pangkajene dan Kepulauan untuk meningkatkan anggaran Pemberdayaan Perempuan
serta membangun sinergitas dengan Organisasi Perempuan Islam di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan dalam menjalankan program-program Pemberdayaan
Perempuan yang tepat sasaran di tengah-tengah masyarakat.
9) Mendorong seluruh
stakeholders bekerja sama dengan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep dalam
merencanakan dan melaksanakan program-program terkait Pemberdayaan Perempuan di
Komunitas sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan.
10) Mendesak DPRD Pangkep untuk
segera membentuk Pansus guna mendorong upaya percepatan peningkatan layanan
kesehatan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
D.
Kesimpulan
Peran berbagai pihak termasuk
para pemangku kepentingan sangat diharapkan dalam upaya mendorong peningkatan
layanan kesehatan sehingga kerja-kerja kolektif untuk mengawal seluruh
rangkaian proses upaya ini menjadi sangat penting. Aisyiyah sebagai organisasi
Perempuan Islam yang berkemajuan di usianya yang telah seabad mencerahkan kaum
perempuan diharapkan bisa menjadi partner bagi seluruh pihak. Puluhan aturan
yang termaktub Undang-Undang, PP, Pergub, Perda dan lainnya akan menjadi
tumpukan kertas yang tak bernilai jika tak didorong untuk di impelementasikan,
komitmen Bupati selaku pemimpin tertinggi untuk lingkup pemerintahan diharapkan
sepenuhnya mau berkomitmen untuk pemenuhan hak-hak layanan kesehatan bagi
seluruh masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sehingga image “orang
miskin di larang sakit” tidak menjadi momok bagi daerah yang kita cintai ini,
mengingat issu kesehatan adalah salah satu indikator pencapaian SDGS suatu bangsa.
[1] Hasil Kajian dan Penelitian
Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Pangkep terkait issu Kesehatan di Kabupaten Pangkep untuk
Program MAMPU 2014-2016
Belum ada Komentar untuk "ISSU PENINGKATAN LAYANAN KESEHATAN YANG TAK PERNAH TUNTAS DI PANGKEP"
Posting Komentar